Ibu Kota Baru Butuh Banyak Tenaga Kerja, Kaltim Juara VI Pengangguran Indonesia

Ibu Kota Baru Butuh Banyak Tenaga Kerja, Kaltim Juara VI Pengangguran Indonesia

ibukotakita — Ibu kota negara sebagai pusat pemerintahan membutuhkan tenaga kerja yang memadai. Bisakah hal itu dipenuhi Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai calon ibu kota baru?

Jumlah angkatan kerja di Kalimantan Timur cukup tinggi. Namun, tak sedikit yang menjadi pengangguran. Bahkan, jumlah pengangguran di Kaltim berada di urutan ke-6 terbanyak di Indonesia.

Dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018 tercatat 19.790 lulusan perguruan tinggi di Kaltim menjadi pengangguran. Ada 10.026 orang di antara mereka pernah bekerja. Sisanya belum pernah sama sekali.

Ada 9.764 orang yang belum pernah merasakan bekerja. Persentase angkatan kerja lulusan perguruan tinggi 93,30. Dengan total jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi sebanyak 295.499 orang dan yang bekerja 275.709 orang.

Bukan hanya lulusan perguruan tinggi, jika digabungkan dengan lulusan SD-SMA jumlah pengangguran di Kaltim mencapai 114.313 orang dari total angkatan kerja 1.732.598 orang.

Dengan tingkat pengangguran 6,6%, Kaltim yang ditunjuk menjadi ibu kota baru Indonesia setelah ibu kota pindah dari Jakarta kelak ini menduduki peringkat ke-6 sebagai provinsi dengan persentase pengangguran terbanyak.

Di urutan pertama ada Banten dengan 8,52%, disusul Jawa Barat 8,17%, dan Maluku 7,27%. Kemudian ada juga Kepulauan Riau di urutan ke-4 dengan 7,12% dan peringkat ke-5 adalah Sulawesi Utara dengan 6,86%.

Dilansir dari Antaranews.com, Asisten Administrasi Umum Sekprov Kaltim, Bere Ali di Samarinda, mengakui tingkat pengangguran di Kaltim tergolong tinggi karena jumlahnya mencapai 6,6% dari total jumlah angkatan kerja.

Hal itu disampaikan saat ditemui di Job Market Fair di Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kaltim. Salah satu upaya mengatasi pengangguran di Kaltim adalah diadakannya acara Job Market Fair tersebut.

”Apabila dilihat dari perkembangan tiga tahun terakhir, terjadi penurunan pengangguran dalam persen, yakni tahun 2016 terdapat 136.653 penganggur atau 7,95%, tahun 2017 terdapat 114.289 penganggur atau 6,69%, dan tahun 2018 terdapat 114.306 penganggur atau 6,6%,” ucap Bere Ali.

BPS mencatat 131,55 juta orang angkatan kerja, terdiri dari 124,54 juta orang bekerja, dan 7,01 juta orang menganggur. Ke-7,01 juta orang ini disebut pengangguran terbuka, yaitu mereka yang masuk kategori angkatan kerja namun belum mendapatkan pekerjaan.

Dilansir dari Detikcom, BPS menyebut tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2017 turun menjadi 5,33% dari Februari 2016 yang sebesar 5,50%. Dari 7,01 juta orang pengangguran, BPS mencatat tingkat pengangguran terbesar ada di Provinsi Kalimantan Timur.

Warga Kaltim beraktivitas di dapur. Pengangguran di provinsi itu tergolong tinggi (Antara)
Warga Kaltim beraktivitas di dapur. Pengangguran di provinsi itu tergolong tinggi (Antara)

Data dari jurnal yang berjudul Kajian Yuridis Karakteristik Pengangguran Dalam Perspektif Penyelenggaraan Tenaga Kerja Di Provinsi Kalimantan Timur yang ditulis oleh Muhammad Soleh Pulungan menyimpulkan bahwa karakteristik pengangguran di Provinsi Kalimantan Timur tergolong spesifik. Hal ini karena TPT pada 2016 mencapai 8,86 %, pada 2017 adalah 8,55%, angka tersebut di atas standar nasional.

Soleh juga menyebutkan bahwa tingginya angka pengangguran di Kalimantan Timur lantaran bukan berasal dari tingkat pertumbuhan angkatan kerja lokal melainkan dari tingginya arus migrasi tenaga kerja dari luar daerah hingga luar pulau. Hal tersebut karena Kalimantan Timur yang akan jadi ibu kota Indonesia dianggap memiliki peluang kerja yang cukup menjanjikan.

Selain itu, dalam jurnal ini disebutkan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja lokal, ekskutif pemerintah provinsi dan DPRD Provinsi Kalimantan Timur harus memperioritaskan penyusunan perda tentang perlindunganterhadap tenaga kerja lokal.

Persoalan ini penting karena daya saing tenaga kerja lokal umumnya masih kalah dengan tenaga kerja kiriman dari luar daerah. Alhasil, kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal harus mendapat porsi yang adil dan proporsinal.

Perlindungan hukum tenaga kerja lokal merupakan wujud kepedulian dan pemberdayaan dalam mengisi lowongan kerja bukan hanya yang bersifat tenaga non-skill. Namun, juga tenaga skill yang bersifat khusus dan yang terpenting penerapan regulasi ini harus diawasi secara optimal oleh OPD terkait khususnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat.

Leave your comment
Comment
Name
Email