Ada Pergeseran Perilaku Investasi di Kaltim, Realisasi Cenderung Tinggi

Ada Pergeseran Perilaku Investasi di Kaltim, Realisasi Cenderung Tinggi

IBUKOTAKITA.COM—Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Timur dan pelaku usaha menilai positif tingginya realisasi investasi pada sektor listrik, gas, dan air serta sektor jasa lainnya pada kuartal III/2019 karena menandakan adanya pergeseran perilaku dari yang sebelumnya lebih banyak mengandalkan pada sektor primer.

Berdasarkan data dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kalimantan Timur, subsektor listrik, gas dan air mendominasi realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) dengan nilai US$122,69 juta (Rp1,69 triliun). Sementara itu, subsektor jasa lainnya mencatatkan angka paling besar dari realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dengan nilai Rp1,29 triliun dan memberikan kontribusi terbesar terhadap realisasi investasi seluruh sektor usaha yaitu sebesar 28,53%.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Timur Tutuk SH. Cahyono mengatakan bahwa proyek tersebut diharapkan dapat menjadi roda penggerak untuk industri pengolahan berkelanjutan. Investasi di sektor listrik, air dan gas juga diharapkan mampu menjadi katalis kinerja industri pengolahan yang beberapa triwulan kebelakang masih perlu didorong untuk lebih optimal.

“Ini bisa juga menandakan terjadinya shifting behaviour investment di mana proyek-proyek tersebut diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja yg lebih luas serta lapangan usaha yang mampu menggerakan perekonomian daerah,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (29/11/2019).

Adapun untuk sektor jasa lainnya, Tutuk berharap investasi ini mampu mendorong ekonomi lokal secara inklusif dan berkelanjutan khususnya di sektor pariwisata. Dia juga berharap banyak investor yang mau berinvestasi pada sektor pariwisata karena Kaltim memiliki potensi pariwisata yang sangat besar.

“Apalagi Kabupaten Berau yang telah dimasukan di Agenda Percepatan Pembangunan pada RPJMN 2020-2024, tentu diharapkan dapat diupayakan lebih optimal agar investasi langsung mau segera masuk dan merealisaikan pembangunannya,” katanya.

Secara umum, lanjutnya, realisasi penanaman modal asing pada kuartal III/2019 mencatatkan pertumbuhan sebesar 214,87% (yoy) dan lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 33,42% (yoy). Porsi terbesar dari investasi asing ini memang berasal dari sektor tersier seperti listrik, gas, dan air yang tumbuh 112,69% (yoy). Adapun berdasarkan lokasinya, nilai investasi paling besar berada di Kota Bontang yang mencapai 112 juta USD dengan 9 proyek di dalamnya.

Di sisi PMDN, kata Tutuk, pertumbuhan tahunannya memang negatif sebesar -23,28% (yoy) pada kuartal III/2019. Namun, kondisi ini sudah membaik dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang tumbuh negatif lebih tinggi sebesar -50,80% (yoy). Adapun, porsi terbesar berasal dari sektor jasa lainnya dan berdasarkan lokasinya, nilai investasi terbesar berada di Berau dengan nilai Rp982 miliar.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Investasi Kadin Kaltim Alexander Soemarno mengatakan bahwa beberapa proyek listrik memang dikebut untuk menambah daya mampu sistem kelistrikan di Benua Etam. Apabila rampung, masalah listrik yang sering kali dikeluhkan pengusaha dapat terpenuhi.

“Tinggal penyalurannya saja nanti diselesaikan. Saya dengar ada rencana menghubungkan Bontang dengan Sangatta juga,” katanya.

Alex mengakui pelaku usaha memang mencari sektor lain yang lebih prospektif untuk digarap, seperti di sektor kehutanan. Dia mendapatkan informasi perusahaan hutan tanaman industri berencana menghidupkan kembali mesin pengolah kayu padat yang lebih minim limbah.

Adapun untuk sektor pertambangan yang masih stagnan, Alex menilai salah satunya karena masih belum jelasnya aturan mengenai perpanjangan kontrak pemegang Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B). Kejadian yang menimpa Tanito Harum, menurutnya, membuat pelaku usaha wait and see.

“Kalau sudah jelas, mungkin bisa menjadi pemantik bagi yang lainnya untuk memacu investasi di sektor pertambangan,” kata Alex.

Dia mengakui pemerintah daerah sebelumnya terlalu royal dalam menerbitkan izin pertambangan sementara pengawasan di lapangan lemah. Akibatnya, muncul tambang ilegal yang mengeruk batu bara tanpa izin. “Ini memang menjadi masalah dan harus diselesaikan,” katanya.

Peluang Biodiesel

Alex juga berharap pemerintah dapat fokus mengembangkan biodiesel apabila Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan beroperasi. Pengembangan biodiesel tersebut, katanya, dilakukan untuk memenuhi captive market domestik. Dia menyebutkan peluang yang masih cukup besar dapat meningkatkan nilai jual kawasan apabila pengembangan tersebut dapat dilakukan di Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK).

“Ini yang paling potensial. Biodiesel kan proyek pemerintah, bisa langsung di rencanakan. Dengan political will, [proyek biodiesel] bisa segera dieksekusi,” tuturnya.

Dia berpendapat untuk memulai KEK MBTK, pemerintah perlu membangun industri yang dapat menjadi penggerak roda perekonomian kawasan. Apabila tidak ada industri penggerak, kata Alex, KEK MBTK hanya akan menjadi pelabuhan bongkar muat crude palm oil (CPO). “[Pembangunan industri ini] harus ada yang memulai dan [yang] paling cocok [memulai] ya pemerintah,” tuturnya.

Setelah itu, Alex meyakini sektor swasta akan masuk dan mulai mengembangkan industri yang berhubungan juga dengan sawit serta turunannya. (Rachmad Subiyanto/Bisnis)

Leave your comment
Comment
Name
Email