Bisnis Hotel dan Restoran Di Balikpapan Belum Terstimulasi Oleh Relaksasi Pajak

Bisnis Hotel dan Restoran Di Balikpapan Belum Terstimulasi Oleh Relaksasi Pajak

IBUKOTAKITA.COM-Industri hotel dan restoran merupakan sektor yang paling berdampak oleh pandemi Covid-19, tak terkecuali hotem dan restoran di Kalimantan Timur (Kaltim).

Lesunya usaha tersebut berpengaruh pada pajak yang diberikan kepada pemerintah daerah. Sadar penerimaan tidak akan seperti biasanya, pemerintah Balikpapan merevisi pendapatan asli daerah (PAD) 2020. Awalnya yang dipatok sebesar Rp715 miliar turun hampir setengahnya menjadi Rp457 miliar.

Pungutan dari hotel dan restoran adalah PAD terbesar ketiga setelah pajak penerangan jalan serta pajak bumi dan bangunan. Dari total target sebesar Rp257 miliar, hotel dan restoran ditarget berkontribusi sebesar Rp61 miliar. Realisasinya hingga akhir Mei lalu senilai Rp44 miliar.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Balikpapan, Sahmal Ruhip, mengatakan bahwa sejak Maret tingkat hunian menurun drastis. Rata-rata tingkat okupansi hanya 10 persen. Bahkan ada yang tidak terisi.

Sepinya pengunjung disebabkan kegiatan yang mengumpulkan orang dilarang sehingga hotel dan restoran tidak memperoleh pendapatan terutama dari sektor MICE. Ini membuat biaya operasional sulit dibayar.

Melihat kondisi tersebut, PHRI Balikpapan meminta adanya penghapusan pajak. Keinginan tersebut dikabulkan sebagian.

Pemerintah Balikpapan hanya mengabulkan pelaku usaha bebas denda dan ada kemudahan pembayaran pajak selama enam bulan atau sampai September. Landasan hukum yang jadi acuan adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi.

Padahal Sahmal mendapat laporan dari Jogjakarta dan Sleman bahwa pemerintah setempat memberikan diskresi agar PHRI setempat bebas pungutan. Seharusnya Balikpapan bisa meniru itu.

Bukan pajak saja yang diminta keringanan. PHRI Balikpapan mengajukan permohonan ada keringanan pembayaran listrik. Beban untuk pengeluaran ini juga termasuk yang besar.

“Itu memberatkan memang. Kami sudah surati PT PLN [Persero] tapi belum berikan indikasi yang baik buat kami,” katanya, Rabu (17/6/2020).

General Manager PLN Unit Induk Wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, Sigit Witjaksono mengatakan bahwa telah menerima permohona dari PHRI Balikpapan. Itu sudah disampaikan dari individu maupun asosiasi. Bahkan, kantor pusat juga menerima tersebut.

Akan tetapi PLN belum bisa mengakomodasi permintaan tersebut. Yang hanya diberikan keringanan berupa kebebasan pembayaran hanya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dengan daya 450 volt ampere serta warga tidak mampu. Diakui Sigit itu nilainya sudah triliunan.

Di sisi lain PLN juga termasuk yang berdampak dengan adanya Corona. Mereka tetap harus membayar tagihan seperti bahan bakar demi pasokan listrik terus terjaga. Kondisi tersebut sudah disampaikan kepada eksekutif dan legislatif Kaltim. (JIBI/Bisnis Indonesia/Jaffry Prabu P.)

Leave your comment
Comment
Name
Email