Di Mentawir, Buah Mangrove Diubah Jadi Dodol hingga Bedak Dingin

Di Mentawir, Buah Mangrove Diubah Jadi Dodol hingga Bedak Dingin

IBUKOTAKITA.COM – Kekayaan alam tanah Kalimantan Timur (Kaltim) memang tidak perlu diragukan. Selain menjadi magnet pemodal karena kekayaan batu bara, minyak dan gas (migas), hingga sawit, Tanah Benua Etam –sebutan Kaltim- juga memiliki pemikat lain berupa destinasi wisata.

Salah satu destinasi wisata yang mulai banyak dilirik orang yakni wisata hutan mangrove yang terletak di Kelurahan Mentawir, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Menariknya, wisata hutan mangrove Mentawir lahir dari inisiatif warga setempat yang ingin terus melestarikan alam, namun tetap dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat setempat.

Kelurahan yang terletak di pesisir PPU itu, disebut-sebut juga bakal menjadi bagian dari lokasi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia. Terlebih setelah ditetapkannya Kabupaten PPU sebagai bagian dari kawasan pembangunan pusat pemerintahan Indonesia ke depannya. Berikut sejumlah fakta destinasi hutan mangrove Kelurahan Mentawir yang dirangkum media ini.

Ditetapkan Sebagai Bagian dari Kampung Pro Iklim

Komitmen masyarakat Mentawir untuk terus menjaga kelestarian alam menarik minat dari Forest Carbon Partnership (FCPF) menjadikan daerah itu sebagai salah satu kampung percontohan pro iklim di Kaltim. Pertimbangannya, selain karena komitmen menjaga hutan mangrove, luasan kawasan tutupan hutan di Mentawir mencapai ratusan hektare.

Social Development Expert FCPF Carbon Fund, Akhmad Wijaya mengatakan, hutan mangrove menjadi penghasil karbon biru dan sebagai penyimpan karbon terbesar kedua setelah lahan gambut. “Makanya kami menetapkan daerah pesisir Mentawir sebagai bagian dari program perlindungan hutan FCPF,” ucapnya.

Selain dikenal kayak akan hasil laut, hutan mangrove Mentawir juga menjadi penyangga abrasi. Termasuk mencegah dari bahaya tsunami. Wijaya sangat menghargai dan menghormati komitmen masyarakat Mentawir yang mau menjaga kelestarian hutan dan lingkungan.

“Dari beberapa kampung yang kami tetapkan sebagai bagian dari kampung pro iklim, Kelurahan Mentawir ini adalah salah satu yang paling kami jaga. Di sini, kami sudah ada 10 plot permanen untuk mengukur stok karbon,” sebutnya.

Hutan Bakau Sebagai Sumber Kehidupan dan Ekonomi

Hutan Mangrove di Mentawir (Dirhanuddin)
Hutan Mangrove di Mentawir (Dirhanuddin)

Di balik pelestarian dan wajah hutan mangrove sebagai kawasan destinasi baru warga di PPU dan daerah sekitarnya, ada nama Lamale di belakangnya. Pria 54 tahun itu adalah satu dari sekian warga di Mentawir yang begitu komitmen menjaga kelestarian hutan dan lingkungan.

Tidak sampai di situ saja, Lamale juga menjadi pelopor atas terbentuknya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Tiram Tambun, yang belakangan menjadi wadah untuk merubah hutan mangrove sebagai kawasan wisata masyarakat.

“Saya berpikir, di Mentawir ini sudah ada kekayaan alam yang tersedia. Lalu mengapa tidak dimanfaatkan untuk menjadi lokasi destinasi wisata. Saya kemudian meminta bantuan ke PT Inhutani Rp20 juta untuk membangun jembatan mangrove,” katanya.

Sulap Buah Mangrove Menjadi Sirup, Dodol hingga Bedak Dingin

Ide dan kreativitas masyarakat Mentawir tidak hanya berhenti sebatas menjadikan hutan mangrove sebagai lokasi destinasi wisata. Buah bakau atau mangrove juga ikut diberdayakan Lamale bersama warga yang lain sebagai bahan membuat aneka makanan. Sebut saja sirop dan dodol.

Tidak hanya itu, dari olahan buah mangrove, Lamale juga sukses membuat bedak dingin, dan bahan dasar melukis batik. Untuk sirup hasil olahan Pokdarwis Tiram Tambun bahkan telah dipasarkan. Sejumlah hotel ternama di Kota Balikpapan disebut-sebut bahkan telah menjadi pelanggan sirop tersebut.

“Ilmu mengolah buah mangrove sebagai bahan dodol, sirop, dan bedak dingin, saya dapatkan saat mengikuti pelatihan dari PT Inhutani di Jawa,” katanya.

Hutan Mangrove Dikunjungi hingga Ribuan Orang

Usaha yang dilakukan warga Mentawir menjadikan hutan mangrove sebagai tempat destinasi wisata, tidak pernah sia-sia. Keberadaan hutan itu disambut hangat warga setempat hingga daerah lainnya di luar PPU. Dibangunnya jembatan sepanjang 400 meter yang membentang di tengah-tengah hutan mangrove itu dilirik warga lain.

Hutan mangrove Mentawir benar-benar berubah menjadi magnet destinasi wisata masyarakat. Mulai dari pelajar hingga pejabat karib bertandang ke tempat itu. Selain sebagai destinasi wisata, hutan mangrove menjadi laboratorium penelitian dan pembelajaran. “Saat musim libur Lebaran pada 2017 lalu, hutan mangrove ini pernah dikunjungi sebanyak 1.700 orang. Itu hanya selama 6 hari,” katanya.

Lamale dan warga Mentawir berencana akan menambah spot wisata di hutan mangrove. Dari panjang jembatan 400 meter saat ini, nantinya akan dibangun tambah hingga 150-200 meter hingga membentang ke arah pesisir pantai. Menara pantau juga akan dibuat nantinya.

“Rencananya, kami akan menyiapkan teropong di atas menara pantau. Supaya masyarakat yang berkunjung ke sini bisa melihat hutan mangrove dan hamparan pesisir laut Mentawir,” katanya. (Dirhanuddin)

Leave your comment
Comment
Name
Email