Kapal di Perairan RI Wajib Berbahan Bakar Low Sulfur, Ini Penjelasan Kemenhub

Kapal di Perairan RI Wajib Berbahan Bakar Low Sulfur, Ini Penjelasan Kemenhub

IBUKOTAKITA.COM- Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mulai memberlakukan kewajiban setiap kapal baik bendera Indonesia atau asing menggunakan bahan bakar low sulfur atau lebih dikenal dengan aturan IMO2020 di perairan Indonesia mulai Rabu (1/1/2020).

Adapun kewajiban menggunakan low sulfur tersebut menunjuk pada sejumlah aturan internasional seperti MARPOL Convention, Annex VI Regulation 14, MEPC serta Pasal 36 Permenhub Nomor PM 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim.

“Kapal berbendera Indonesia dan kapal berbendera asing yang akan menggunakan bahan bakar tersebut agar melakukan pembersihan tangki bahan bakar atau sistem perpipaan dan perlengkapan lainnya yang terkait untuk memastikan kebersihan dari sisa atau endapan bahan bakar sebelumnya,(bahan bakar dengan kandungan sulfur lebih besar dari 0,5 % m/m) dan mengembangkan rencana penerapan di kapal (ship implementation plan) sesuai pedoman IMO MEPC.1/Circ.878,” ujar Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Capt. Sudiono dalam keterangannya, Rabu seperti dilansir detikcom.

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut juga telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. SE.35 Tahun 2019 tanggal 18 Oktober 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Bahan Bakar Low Sulfur dan Larangan Mengangkut atau Membawa Bahan Bakar yang tidak Memenuhi Persyaratan serta Pengelolaan Limbah Hasil Resirkulasi Gas Buang dari Kapal.

Lebih lanjut, Sudiono mengatakan bahwa kapal berbendera Indonesia yang masih menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur lebih besar dari 0,5 % m/m, agar dilengkapi dengan Sistem Pembersih Gas Buang (Exhaust Gas Cleaning System) dengan jenis yang disetujui oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut.

Sementara itu, Kapal berbendera Indonesia yang berlayar di perairan Internasional dilarang mengangkut atau membawa bahan bakar dengan kandungan sulfur lebih besar dari 0,5 % m/m untuk sistem propulsi penggerak atau bahan bakar untuk operasi peralatan lainnya di atas kapal mulai tanggal 1 Maret 2020.

Kendati demikian, larangan ini tidak berlaku untuk kapal yang menggunakan metode alternatif misalnya menggunakan sistem pembersihan gas buang yang disetujui berdasarkan peraturan 4.1 Annex VI Konvensi MARPOL.

“Adapun kapal berbendera Indonesia yang berlayar Internasional yang menggunakan Sistem Pembersihan Gas Buang [Exhaust Gas Cleaning System/ Scrubber] tipe open loop untuk Resirkulasi Gas Buang [Exhaust Gas Recirculation/ EGR] agar memperhatikan ketentuan di negara tujuan dikarenakan beberapa negara telah melarang penggunaan Sistem Pembersihan Gas Buang [Exhaust Gas Cleaning System/ Scrubber] tipe open loop,” tuturnya.

“Di mana pembuangan limbah hasil resirkulasi sistem gas buang dari mesin di kapal untuk dibuang secara langsung diperairan negaranya dan melainkan harus disimpan dalam tangki penampung di atas kapal untuk selanjutnya dibuang melalui fasilitas penerima [reception facility] yang tersedia di pelabuhan,” jelas Sudiono.

Untuk kapal berbendera Indonesia dan kapal berbendera asing yang akan menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur maksimal 0,5% m/m, bahan bakar dimaksud tersedia di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta atau di Floating Storage Teluk Balikpapan atau pelabuhan lainnya yang sudah menyediakan mulai Rabu (1/1/2020).

“Dengan adanya aturan ini, kiranya agar para pengguna jasa, stakeholder terkait dapat tunduk terhadap implementasi penggunaan bahan bakar low sulfur mengingat Indonesia adalah salah satu negara anggota Dewan International Maritime Organization (IMO) yang berperan aktif dalam hal perlindungan lingkungan maritim,” jelasnya.

Oleh sebab itu, agar para Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, Para Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam dan Para Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan dapat menyampaikan kepada seluruh stakeholder terkait di wilayah kerja masing-masing serta melakukan pengawasan terhadap pemberlakuannya.

“Dan tunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah Negara kepulauan yang aktif dan peduli terhadap perlindungan lingkungan maritim,” ujar Sudiono.

Leave your comment
Comment
Name
Email