Hayatun Nufus Aktif Kenalkan Budaya Dayak Tabalong Kalsel ke Nusantara

Hayatun Nufus Aktif Kenalkan Budaya Dayak Tabalong Kalsel ke Nusantara

IBUKOTAKITA.COM-Jika menyebut Dayak, sebagian besar masyarakat Indonesia pasti mengenalnya sebagai suku di Pulau Kalimantan. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa Suku Dayak terdiri dari banyak rumpun dengan adat istiadat yang berbeda.

Salah satunya Dayak Deyah atau Dayak Tabalong yang merupakan rumpun Barito Raya dari kelompok Dusun yang mendiami Pegunungan Riut, Kabupaten Balangan, dan sebagian desa-desanya tersebar di Kabupaten Tabalong yang merupakan wilayah utara di Kalimantan Selatan.

Hayatun Nufus adalah sosok yang paling getol melestarikan seni budaya Suku Dayak Deyah. Bahkan, dia tampil ke penjuru Nusantara mengenalkan suku leluhurnya tersebut agar lebih dikenal masyarakat luas.

“Saya biasanya membawakan seni tari api dengan sebutan Nyai Undan. Alhamdulilah sudah tampil ke berbagai daerah dan terakhir pada April 2019 di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta Festival Bhineka Tunggal Ika dapat JUara III sebagai penampil terbaik,” kata Ibu Atun, demikian perempuan itu biasa disapa oleh siswanya di SMPN 7 Muara Uya, Kabupaten Tabalong, saat bertandang ke kantor Antara Biro Kalimantan Selatan, Jumat (14/2/2020).

Kabid Pariwisata Kabupaten Tabalong, Lilis Martadiana, mengatakan sejak 2014, Hayatun aktif sebagai relawan pariwisata dengan menjadi penari Suku Dayak.

Dalam setiap penampilannya di atas pentas seni budaya, wanita kelahiran Haruai, 29 Mei 1978, ini acap kali satu tim bersama pemeran Suku Dayak lainnya, yaitu Pengendara Iblis, Panglima Burung, Ajudan Panglima dan Penari Bulat.

Hayatun termotivasi untuk melestarikan seni budaya Dayak karena didasari semangatnya membangun citra positif suku tanah leluhur yang selama ini disalahpersepsikan sebagian masyarakat.

“Dayak adalah nama suku bukan masalah agama. Saya Islam tapi saya mencintai Suku Dayak karena saya orang Dayak Kalimantan yang ingin terus melestarikan seni budaya Dayak agar semakin dikenal luas,” tutur wanita yang memiliki darah keturunan dari ayah Dayak Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan ibu Dayak Upau, Kabupaten Tabalong itu.

Lulusan S2 Managemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pancasetia Banjarbaru ini ingin menyampaikan pesan bahwa orang Dayak itu juga berpendidikan.

Hayatun sendiri tercatat sebagai guru PNS sejak 2005 di SMPN 7 Muara Uya, Kabupaten Tabalong, dengan mengajar bidang studi IPS, Seni Budaya dan juga Pendidikan Olahraga.

“Jadi orang Dayak belum tentu tidak sekolah. Kami juga ingin berkarir sesuai cita-cita, di samping tetap melestarikan seni budayanya,” ujarnya.

Ibu dari tiga anak itu telah menularkan semangat melestarikan seni budaya Dayak kepada putera pertamanya Ahmad Fajeriannoor yang duduk di bangku Kelas XII SMKN 1 Tanjung. Si sulung kerap tampil bersamanya di sejumlah pentas seni.

Sedangkan dua anaknya yang lain Febra Maharani yang duduk di kelas XI SMK Pelayaran Samarinda fokus mengikuti jejak sang ayah di dunia militer. Sang suami, Arsyad, adalah anggota Kostrad. Sementara si bungsu, Ahmad Tomba, masih duduk di kelas IV sekolah dasar (SD) dan sering pula diajak melihat ibunya tampil di beberapa kesempatan.

“Saya ingin generasi milenial di Kalimantan terus melestarikan seni budaya Dayak. Ayo, kita tunjukkan bahwa Dayak itu sosok menyenangkan dan ramah terhadap setiap orang, serta yang paling penting lagi jadi diri sendiri, yakni anggota Suku Dayak yang sederhana dan apa adanya,” katanya.

Selain di SMPN 7 Muara Uya tidak ada guru pendidikan olahraga, Hayatun ternyata atlet cabang atletik untuk nomor lari. Dia bahkan pernah menyabet juara pertama di lomba lari 400 dan 800 meter kelas master usia 40 tahun ke atas tingkat Provinsi Kalimantan Selatan pada 2018 yang digelar Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (JPOK) FKIP Universitas Lambung Mangkurat.

Lantaran prestasinya di cabang atletik, dia pun tercatat sebagai atlet Persatuan Atlet Master Indonesia (Pami) dan Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (Pasi) serta anggota Kwarcab Bagian Pusat Pendidikan Latihan Cabang (Pusdiklatcab).

Dia juga mendalami seni bela diri tradisional Kuntau dan tergabung dalam Perguruan Singa Rimba Borneo serta menjadi anggota Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (Kormi).

Di tengah kesibukannya sebagai tenaga pendidik di sekolah dan segudang aktivitasnya di bidang seni budaya, Hayatun juga peduli pada kegiatan sosial masyarakat, bagian kesehatan dan bencana.

“Kalau kita menjalaninya dengan senang dan dari hati, maka setiap pekerjaan akan terasa ringan dan menyenangkan. Begitu juga harapan saya untuk Suku Dayak agar masyarakat luar yang melihat kami itu menjadi senang dan gembira,” katanya.* (Antara)

Leave your comment
Comment
Name
Email