Ibu Kota Baru Butuh Tambahan Pembangkit 1.555 MW

Ibu Kota Baru Butuh Tambahan Pembangkit 1.555 MW

IBUKOTAKITA.COM-– Ibu kota baru membutuhkan tambahan pembangkit berkapasitas sebesar 1.555 MW untuk menjamin keandalan yang telah menyesuaikan dengan cadangan atau reserve margin 30%.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat daya mampu netto sistem interkoneksi di Kalimantan yakni 1.569,1 MW dengan beban puncak 1.049,9 MW. Artinya, cadangan listrik di sistem interkoneksi Kalimantan telah tersedia sebesar 474,2 MW atau dengan cadangan sekitar 30% dari daya mampu.

Meskipun sistem interkoneksi Kalimantan masih memiliki cadangan daya, Kementerian ESDM menilai ibu kota baru sebaiknya tidak mengandalkan pasokan dari sistem interkoneksi belaka. Ibu kota baru memerlukan tambahan pembangkit baru yang berlokasi dekat atau berada di Provinsi Kalimantan Timur. Sistem operasi dengan pembangkit yang berada dekat kebutuhan beban tersebut disebut island operation.

Setidaknya, berdasarkan perhitungan ibu kota baru masih membutuhkan tambahan daya lagi sebesar 1.196 MW. Dengan memperhitungkan batasan reserve margin atau cadangan pembangkitan sebesar 30%, maka penambahan pembangkit yang perlu dipasang adalah sebesar 1.555 MW.

Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2019-2028, tambahan pembangkit sampai dengan 2024 di Provinsi Kalimantan Timur hanya sebesar 691 MW. Artinya, masih diperlukan tambahan Pembangkit baru sekitar 864 MW di Ibu Kota Baru, di luar rencana PLN tersebut.

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu mengatakan pemerintah mengharapkan pemenuhan sistem kelistrikan di ibu kota baru diharapkan berasal dari energi terbarukan untuk mendukung smart and green city. Ibu kota baru juga direncanakan mengaplikasikann sistem smart grid atau jaringan pintar yang mampu mengintegrasikan dari sisi produksi di pembangkit hingga konsumen.

Selain pembangkit dari EBT, pemerintah mengharapkan pasokan listrik ke ibu kota baru memiliki pengamanan berlapis yakni dari tiga sumber pasokan tenaga listrik yang berbeda. Kondisi ini bertujuan untuk mencapai zero down time atau kota yang tidak pernah padam.

Studi Lebih Lanjut

Ibu kota baru juga nantinya dilengkapi dengan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). “Kita lihat perencanaan dari Bappenas, kita ikut, yang jelas diupayakan EBT dan jaringan under ground,” katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Jisman mengatakan hingga saat ini masih dilakukan studi lebih lanjut mengenai pengadaan sistem kelistrikan di ibu kota baru yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Apabila studi telah selesai dilakukan, tidak menutup kemungkinan, pengerjaan proyek pengadaan sistem keistrikan ibu kota baru akan dilakukan mulai tahun depan. “Ya, targetnya gitu, listrik mengikuti, katanya lagi siapin studinya, termasuk instalasi listriknya,” katanya.

Direktur Bisnis PLN Regional Sulawesi dan Kalimantan Syamsul Huda mengatakan suplay listrik untuk ibu kota baru saat ini berasal dari Sistem Interkoneksi dengan total daya mampu 1.569 MW dan beban puncak 1.095 MW. Sumber kelistrikan tersebut berasal dari batu bara 70,95%, gas 22,28%, bahan bakar minyak (BBM) 4,5%, dan EBT 2,3%.

“Pada dasarnya PLN siap melayani kebutuhan listrik di ibu kota yang baru, PLN sudah koordinasikan dengan Bappenas detail kebutuhannya dan kapan, ini diperlukan terkait dengan pembanguan infrastruktur kelistrikan di ibukota yang baru,” katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Adapun Kalimantan memiliki dua sistem besar yakni sistem interkoneksi dan sistem khatulistiwa. Kalimantan Timur mendapat pasokan listrik dari sistem interkoneksi.

Menurutnya, sesuai RUPTL PLN, setiap tahun akan ada penambahan kapasitas pembangkit di sistem interkoneksi yang menyesuaikan dengan demand atau kebutuhan listrik. Pada 2019, misalnya, total tambahan pasokan pembangkitan adalah sebesar 528,7 MW.

Selanjutnya, pada 2020 dilakukan penambahan pasokan sebesar 609,3 MW. Penambahan pasokan tersebut terus dilakukan hingga 2028 dengan komposisi pembangkit PLN 51% dan produsen listrik swasta 49%.

Syamsul mengatakan, untuk sementara waktu, kebutuhan listrik di ibu kota baru tidak akan sebesar Jakarta karenamerupkan kota administrasi dan belum dikembangkan sebagai daerah industri ataupun bisnis.

Hal tersebut sesuai dengan rencana zonasi dan tahapan pembangunan di ibu kota baru yakni pada rentang 2021-2024 akan dibangun istana, kantor lembaga negara, taman budaya, hingga botanical garfden. Baru pada 2030 hingga 2045 dikembangkan kawasan metropolitan dan wilayah pengembangan terkait kawasan di sekitar. “Makanya diasumsikan konsumsi listrik per kapita di ibukota yang baru 2.000 kWh,” katanya.

Sementara itu, terkait tahapan pembangunan kelistrikan di ibu kota baru, pada tahun ini masih dilakukan pembentukan tim lintas direktorat, diskusi dengan instansi terkait, pembahasan usualan perubahan RUPTL 2020 -2029, dan pembahsan anggaran.

Baru pada 2020 hingga 2024, akan dilakukan tahapan perencanaan atau pengadaan, pembangunan infrastruktur pada kawasan inti pusat pemerintahan. Kemudian pada 2025 – 2029, direnakan akan dilakukan pembangunan infrastruktur pada kawasan ibu kota negara dan pembangunan backbone 500 kV.

“Ya sekarang kan masih persiapan, kalau ditanya apa saja yg akan segera diadakan maaf belum bisa sampaikan karena sekarang konsepnya sedang dikerjakan,” katanya.

Direktur Institute For Essential Services (IESR) Fabby Tumiwa menilai ada tahun-tahun awal, kebutuhan listrik di ibu kota baru terbatas hanya untuk perkantoran, fasilitas umum, dan perumahan rakyat. Artinya, konsumsi listrik masih belum akan sebesar di Jakarta yakni kemungkinan berada pada kisaran 600 MW hingga 800 MW.

Apabila daerah di sekeliling ibu kota baru telah berkembang maka keutuhan listrik akan berkembang menjadi 1.000 hingga 2.000 MW. “Dalam lima tahun pertama paling 600-800 MW, mungkin setelah 15 tahun bary mencapai 1.500 MW,” katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Soal pembangkit EBT yang bisa dikembangkan untuk ibu kota baru, Fabby menilai dapat dibangun pembangkit tenaga surya, berupa solar rooftop (pembangkit surya atap) maupun ground mounted (aplikasi di atas tanah). Selain surya, juga dapat dikembangkan pembangkit tenaga air dan biomassa.

“Biomass crop bisa dikembangkan sebagai bagian dari lansekap Ibu kota baru. Bisa buat hutan bambu di sekeliling Ibu kota baru yg bisa memasok kebutuhan biomassa,” katanya. (Ni Putu Eka Wiratmini/Bisnis)

Leave your comment
Comment
Name
Email