Mengulik Sejarah Sungai Mahakam, Pusat Ekonomi Sejak Abad Ke-4 Masehi

Mengulik Sejarah Sungai Mahakam, Pusat Ekonomi Sejak Abad Ke-4 Masehi

IBUKOTAKITA.COM – Jika diibaratkan seorang manusia, Sungai Mahakam adalah sosok seorang ibu. Dia menjadi rahim bagi kehidupan. Tempat di mana seorang anak bersandar dan mendapatkan kasih sayang. Sumber ilmu dan kehidupan bagi anak-anaknya.

Begitu pula dengan Sungai Mahakam. Bagi masyarakat Kaltim, Sungai Mahakam adalah salah satu nadir bagi kehidupan masyarakat. Masyarakat menjadikan sungai tersebut sebagai tempat bersandar hidup yang seolah tiada lekang oleh waktu.

Sungai Mahakam, tidak hanya menjadi tempat warga mengambil air minum, mandi, dan mencuci pakaian, tetapi juga menjadi sentrum ekonomi. Dari berjualan sayur mayur menggunakan kapal ketinting (perahu kecil) hingga menjadi sentrum ekonomi daerah.

Ratusan kapal poton atau tongkang hilir mudik di atasnya. Pundi-pundi keuangan masyarakat dan pemerintah daerah seolah mengucur layaknya air Sungai Mahakam yang mengalir tiada hentinya dari aktivitas perkapalan yang melintas di sungai tersebut.

Dilintasi Pedagang India dan Tiongkok Sejak 4 Masehi

Sungai Mahakam sendiri merupakan perairan yang memiliki panjang 920 kilometer. Membelah daratan timur Pulau Kalimantan selebar 300-500 meter. Sungai ini bermuara di Selat Makassar, tepatnya ke arah timur dan tenggara Kota Samarinda.
Sejarawan lokal Kaltim Muhammad Sarip menjelaskan, air sungai terpanjang kedua ini bersumber dari Pegunungan Iban yang berada di tengah Pulau Kalimantan, tepatnya di dekat perbatasan Indonesia dengan Serawak, Malaysia.

Sejak abad ke 4 Masehi, Sungai Mahakam telah dilintasi para pelaut dari mancanegara, seperti dari India dan Tiongkok yang melakukan aktivitas perdagangan. Hal itu diketahui dari jejak-jejak arkeologi yang ditemukan di Muara Kaman, yang merupakan pusat Kerajaan Kutai Martadipura.

“Contoh peninggalan arkeologis itu berupa prasasti beraksara Pallawa yang berasal dari India. Prasasti itu terukir pada Prasasti Yupa dan perkakas berbahan keramik asal Tiongkok,” ungkap Sarip.

Nama Sungai Mahakam Berasal Bahasa Sanskerta

Pemberian nama Sungai Mahakam belum dapat dipastikan apakah berasal dari bahasa asli masyarakat Kaltim atau merupakan dari para saudagar India maupun Tiongkok yang sudah masuk ke Pulau Kalimantan, tepatnya di Muara Kaman pada abad ke-4 Masehi.

Muhammad Sarip menyebutkan, belum ada sumber atau literatur autentik yang menjelaskan asal-usul nama Mahakam sebagai nama sungai terpanjang dan terbesar di Kaltim tersebut. Sejauh yang dia ketahui, nama Mahakam hanya tradisi lisan atau praduga yang terpublikasikan mengenai kata Mahakam hanya ada tiga.

Pertama, nama Mahakam diketahui berasal dari bahasa Sanskerta, yang terbagi dalam dua etimologi, yakni kata maha dan kama. Maha sendiri berarti tinggi atau besar. Sedangkan Kama berarti cinta. Artinya, mahakama, dapat diterjemahkan sebagai cinta yang sangat besar atau agung.

“Istilah mahakama pernah dipakai sebagai nama bioskop legendaris di tepian Mahakam yang terletak di Jalan Yos Sudarso, Samarinda. Kemudian seiring waktu berjalan, kata mahakama mengalami reduksi atau pengurangan kata sehingga menjadi Mahakam,” jelas Sarip.

Berasal dari Nama Daerah di Kaltim

Versi kedua atas nama Mahakam sebagai sebuah nama Sungai, disebut-sebut berasal dari nama salah satu daerah di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), atau nama wilayah pada masa Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, yakni Muara Kaman.\

Sarip menyebutkan, nama Mahakam berasal dari penyederhanaan kata Muara Kaman, yang merupakan nama lokasi atau pusat wilayah Kerajaan Kutai Martadipura yang berdiri pada abad ke-4 Masehi. “Nama Muara Kaman sendiri diasumsikan sebagai perubahan kata Mulawarman, yang merupakan raja terkenal dari Kerajaan Kutai pada abad ke-5 Masehi,” ungkapnya.

Versi ketiga, nama Mahakam juga disebutkan berasal dari bahasa Sanskerta, yang merupakan gabungan dari dua suku kata, yakni maha dan makam. Maha berarti tinggi dan besar. Sedangkan makam, berarti kuburan. Mahamakam secara harfiah dapat dimaknai sebagai kuburan yang sangat besar.

Muhammad Sarip menyebutkan, penamaan tersebut bisa jadi disebabkan karena adanya serangkaian musibah kecelakaan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, atau tindakan kriminal atau barbar yang terjadi pada zaman dulu di Sungai Mahakam. “Di mana sebagian jenazah para korban tidak ditemukan dan dianggap terkubur di sungai. Kemudian kata mahamakam mengalami reduksi sehingga menjadi Mahakam,” terangnya. (Dirhanuddin)

Leave your comment
Comment
Name
Email