Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi Penyandang Difabel Kaltim Masih Minim

Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi Penyandang Difabel Kaltim Masih Minim

IBUKOTAKITA.COM-Pelayanan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dinilai masih minim karena infrastruktur belum ramah terhadap penyandang disabilitas serta ,tenaga kesehatan yang belum sepenuhnya memahami pemberian informasi.

“Penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama memenuhi kesehatan reproduksi. Ini bisa dicapai jika standar pelayanan kesehatan reproduksi bagi disabilitas dipenuhi,” ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Halda Arsyad di Samarinda, Selasa (23/6/2020).

Ia melanjutkan, metode pendekatannya harus berbeda, yakni dengan mengidentifikasi cara berinteraksi mereka. Misalnya tuna rungu yang memakai bahasa isyarat, pemeriksaan yang perlu disesuaikan dengan kondisi difabel, pelayanan kesehatan ibu dan bayi, pelayanan KB, kesehatan seksual dan lainnya.

Untuk itu, perlu disiapkan layanan kesehatan yang komprehensif bagi setiap penyandang disabilitas serta harus ada tenaga kesehatan yang terlatih memiliki pengetahuan dan keterampilan, etika, dan peka dalam pelayanannya.

“Dalam hal ini, kami telah melakukan pelatihan. Dengan pelatihan reproduksi sehat bagi perempuan disabilitas yang diinisiasi DKP3A Kaltim, diharapkan pelayanan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas dapat dilakukan secara komprehensif,” katanya.

Pelayanan tersebut, lanjutnya, berlaku untuk semua jenis ragam penyandang disabilitas baik sensorik, fisik, intelektual, maupun mental dengan cara pemberian pelayanan yang disesuaikan untuk setiap ragam disabilitas.

Hal ini dimaksudkan, lanjut Halda, agar para penyandang disabilitas tetap mendapatkan haknya dalam memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi, karena hak memperoleh kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi merupakan hak setiap orang.

Ia melanjutkan, penyandang disabilitas merupakan kelompok yang memiliki risiko lebih tinggi terhadap masalah kesehatan reproduksi, misalnya kekerasan seksual, kehamilan tidak diinginkan atau tidak direncanakan, dan kekerasan dalam rumah tangga.

Kelompok ini perlu mendapatkan perhatian khusus karena sangat rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi.

Dikatakannta, data dari International Labour Organization (ILO), sekitar 15 persen dari jumlah penduduk dunia adalah penyandang disabilitas.

Sekitar 82 persen dari penyandang disabilitas berada di negara-negara berkembang dan hidup di bawah garis kemiskinan dan kerap menghadapi keterbatasan akses mulai kesehatan, pendidikan, pelatihan dan pekerjaan yang layak.

“Hampir 785 juta penyandang disabilitas berada pada usia kerja, namun mayoritas dari mereka tidak bekerja. Sementara menurut WHO, hampir 10 persen penduduk Indonesia (24 juta) atau 8,56 persen adalah penyandang disabilitas,” ucap Halda. (Antara)

Leave your comment
Comment
Name
Email