Pembangunan IKN, Kaltim Perlu Cari Pasar Baru di Luar Sektor Pertambangan

Pembangunan IKN, Kaltim Perlu Cari Pasar Baru di Luar Sektor Pertambangan

IBUKOTAKITA.COM – Sektor pertambangan batu bara maupun minyak dan gas (migas) memang tidak bisa dimungkiri hingga saat ini masih menjadi fondasi utama ekonomi masyarakat Kaltim. Di hampir semua kabupaten/kota di Kaltim, hampir terdapat kegiatan pertambangan.

Namun demikian, Kaltim dinilai sudah saatnya mencari sektor ekonomi lain di luar pertambangan. Termasuk sektor pertanian, khususnya perkebunan kelapa sawit. Apalagi, saat ini Kaltim telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunan ibu kota negara (IKN) baru.

Pertimbangan lainnya, pada 2019, kegiatan ekspor komoditas migas dan hasil non migas Kaltim mengalami penurunan kuantitas. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim mencatat, secara kumulatif nilai ekspor Kaltim pada medio Januari-November 2019 mengalami penurunan senilai 14,82 miliar dolar AS atau turun 14,64 persen dari 2018.

Selain itu, pada 2019 nilai ekspor migas mencapai 1,85 miliar dolar AS. Angka itu turun 37,90 persen dari 2018. Sementara, barang non migas mencapai 12,97 miliar dolar AS atau turun 5,96 persen dibanding periode yang sama 2018.

Bercermin dari hal itu, Kepala BPS Kaltim Anggoro Dwitjahyono menyarankan, supaya pemerintah mencari pasar baru untuk kegiatan ekspor. Bila diperlukan, Kaltim dinilai sudah harus menyiapkan kantong-kantong ekonomi baru di luar pertambangan.

“Pemerintah memang perlu mencari pasar baru yang siap menerima komoditas yang dimiliki Kaltim,” kata Anggoro saat ditemui di kantornya di Jalan Kemakmuran, Samarinda, belum lama ini.

Sejauh ini, ekspor hasil pertambangan, utamanya migas, paling dominan dilakukan di tiga negara, yakni Jepang dengan nilai ekspor 93,43 juta dolar AS, Cina 49,44 juta dolar AS, dan Korea Selatan 25,36 juta dolar AS. Adapun untuk ekspor non migas, Cina senilai 270,95 juta dolar AS, , India 266,51 juta dolar AS, dan Jepang 92,11 juta dolar AS.

“Itu ketiga negara yang selama ini menjadi pasar utama ekspor migas yang dimiliki Kaltim. Di luar ketiga negara itu, ada juga tujuh negara lain yang menjadi tujuan ekspor non migas Kaltim, yakni Korea Selatan, Malaysia, Thailand, Bangladesh, Taiwan, Filipina, dan Vietnam,” sebutnya.

Anggoro mengakui, kegiatan ekspor terhadap komoditas migas dan non migas, memang terbilang cukup rawan mengalami gejolak. Karena kedua komoditas itu sangat rentan terhadap gejolak ekonomi global. Contohnya saja, untuk komoditas batu bara dan sawit, sangat bergantung dari kondisi ekonomi global.

“Tren penurunan ini memang tidak hanya terjadi di Kaltim, tetapi juga terjadi secara nasional. Seperti ekspor sawit, tantangannya adalah menguatnya kampanye negatif terhadap sektor itu di Eropa (dianggap tidak ramah lingkungan). Begitu pun dengan turunnya harga jual batu bara,” katanya.

Tidak hanya itu, di sejumlah negera juga sudah mulai memperketat atau membatasi penggunaan batu bara dan kelapa sawit. Beberapa di antara negera Eropa maupun Asia juga sudah mulai beralih ke energi yang ramah lingkungan.

Kemudian di India, saat ini sudah memberlakukan peningkatan biaya masuk dari semula 7,5 persen menjadi 15 persen. Hal itu ikut memukul nilai ekspor Kaltim. “Ini menjadi tantangan ekonomi Kaltim maupun nasional ke depan,” tandasnya. (Dirhanuddin)

Leave your comment
Comment
Name
Email