Swasta Bisa Kelola Aset Senilai Rp 1.100 Triliun

Swasta Bisa Kelola Aset Senilai Rp 1.100 Triliun

Ibukotakita-Perpindahan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur memberi kesempatan bagi swasta untuk bisa mengelola aset milik negara di Jakarta paling cepat pada 2020. Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan seluruh aset milik negara yang berada di Jakarta diperkirakan memiliki potensi lebih dari Rp1.100 triliun.

“Potensinya menurut perhitungan Kementerian Keuangan, saat ini setelah revaluasi aset, potensi aset milik negara di Jakarta di atas Rp1.100 triliun. Dari angka tersebut dikaitkan dengan pembangunan ibu kota baru, ada sekitar separuhnya yang nantinya bisa dikerjasamakan dengan swasta,” tuturnya di Jakarta, seperti dikutip liputan6.com, Jumat (20/9/2019).

Kendati begitu, ia menyatakan, ada beberapa aset negara yang secara kepemilikan tidak bisa diserahkan kepada swasta. Seperti sekolah dan rumah sakit, yang merupakan fasilitas publik. “Yang tidak boleh misalnya sekolah, rumah sakit, kan itu tetap menjadi fasilitas publik di Jakarta. Jadi ini lebih fokus kepada yang kantor, atau rumah dinas yang nantinya akan ditinggalkan ketika ibu kota pindah,” ujar dia.

Dia pun memproyeksikan, swasta sudah bisa melakukan penawaran untuk kepemilikan aset negara yang berada di Jakarta mulai 2020, pasca masterplan pembentukan ibu kota baru rampung. “Paling cepat ya tahun depan. Karena kita harus siapkan dulu masterplan dari ibu kota baru ini,” ungkap Menteri Bambang.

Terkait skema kerjasama kepemilikan aset tersebut, ia menjelaskan, pemerintah akan mengacu terhadap kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan barang milik negara. “Ada yang build-operate-transfer, atau bangun guna serap, maupun yang bersifat kerjasama pemanfaatan dengan satu durasi waktu, 30 tahun kira-kira,” jelas dia. Menteri Bambang kemudian menargetkan, desain masterplan ibu kota baru bisa segera rampung pada tahun ini. “Masterplan bisa selesai seluruhnya segera di tahun ini,” tandasnya.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, mengatakan pihak swasta tidak terlalu tertarik untuk terlibat dalam proyek pembangunan ibu kota baru. Salah satu penyebab, sebut dia, terkait dengan kondisi ekonomi global yang sedang mengalami penurunan.

Diketahui, dalam rancangan Pemerintah, biaya pembangunan ibu kota baru yang berasal anggaran sebesar 19%. Sisanya pemerintah akan mengundang keterlibatan badan usaha. “Infrastruktur bangun sana sini, swasta tuh enggak banyak yang minat. Soalnya kondisi ekonomi sekarang lagi nggak enak,” kata dia.

Selain itu, jangka waktu balik modal yang panjang, juga menjadi alasan pihak swasta tidak terlalu berminat pada proyek infrastruktur. “Dan infrastruktur itu proyek yang jangka panjang sekali baru kembali modal,” imbuhnya.

Leave your comment
Comment
Name
Email