Serius Tangani Masalah Stunting, Ini Strategi Pemkab Penajam Paser Utara

Serius Tangani Masalah Stunting, Ini Strategi Pemkab Penajam Paser Utara

IBUKOTAKITA.ID-– Stunting adalah sebuah kondisi anak balita mengalami kekurangan gizi yang berakibat kurangnya tinggi badan dan pertunbuhan yang terhambat. Terkait hal itu Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) terus berupaya meminimalisasi kondisi tersebu.

Kabupaten PPU merupakan salah satu dari sekian banyak kabupaten kota di Kaltim yang dikategorikan sebagai lokus penanganan stunting sejak 2018. Dari 100 kabupaten kota se Indonesia Kabupaten PPU dijadikan lokus stunting.

Hal ini dijelaskan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten PPU, Riviana Noor pada Sosialisasi Implementasi Proyek Perubahan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pencegahan Stunting, Selasa (8/10/2019) seperti dilansir penajamkab.go.id.

Riviana menjelaskan, dari 30 desa di PPU ada 10 desa diharapkan bisa menjadi kawasan bebas stunting. Bahkan Presiden Joko Widodo pernah menegaskan agar isu stunting di Indonesia harus segera ditangani.

“Hal inilah yang mendasari saya untuk mengangkat kasus stunting di daerah kita ini menjadi salah satu proyek perubahan saya, karena memang kasus stanting ini sangat up to date, sangat faktual dan strategis agar mendapat perhatian serius, karena sudah menjadi isu tingkat provinsi bahkan isu nasional,” ungkap Riviana.

Dia menambahkan, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) dimotori Kementerian Kesehatan pada 2018 lalu mencatat kasus stunting di Kabupten PPU berada pada angka 31 persen, jika diasumsikan maka jumlah balita di PPU adalah 11 persen dari total penduduk PPU sebanyak 18.000 anak balita.

Dari jumlah tersebut telah dilakukan sampel pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan sebanyak 30 persen jadi kurang lebih 5.500 balita di PPU sehingga didapat jumlah 1.700 anak balita yang dinyatakan stunting

Menurut Rivina, suatu daerah dikategorikan sebagai daerah lokus stunting jika sedikitnya 30% anak balita di daerah itu mengalami stuting, seperti di Kabupaten PPU.

Dinas Kesehatan Kabupaten PPU sebagai instansi yang punya kewenangan merilis data stunting, baru berhasil mencatat sebanyak 471 balita stunting yang sudah terdata baik name dan adress, jadi ada kurang lebih 1200 balita yang belum terdata, asumsinya ada sekian balita yang tidak mengunjungi Posyandu, sehingaa luput dari pengukuran dan penimbangan.

“Untuk Kabupaten PPU ini tingkat kedatangan keluarga balita yang melakukan penimbangan ke Posyandu hanya berkisar 40 persen, jadi masih ada 60 persen keluarga balita kita yang tidak datang ke Posyandu, nah untuk itulah saya berpesan melalui ibu-ibu kader posyandu, kader KB dan ibu-ibu memiliki balita yang hadir di undangan untuk mengajak ibu-ibu hamil, tolong tetangganya diajak untuk segera datang ke Posyandu, supaya bisa dilakukan pengecekan, penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan balitanya supaya sejak dini stunting bisa antisipasi dan bisa dicegah, sehingga bayi-bayi yang lahir nanti tidak lagi terdampak stunting,” ujarnya

Penanganan Intensif

Sementara itu, Dinas Kesehatan Kalimantan Timur menyatakan jumlah anak usia di bawah lima tahun yang stunting tergolong tinggi, yakni 30,6 persen dari total balita pada 2017, sehingga membutuhkan penanganan intensif oleh pihak terkait.

“Balita tumbuh kerdil [stunting] di Kaltim tiap tahun mengalami kenaikan, dari 26,7 persen pada 2015, menjadi 27,1 persen pada 2016, dan kembali naik menjadi 30,6 persen pada 2017,” ujar Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim Meliana di Ujoh Bilang, beberapa waktu lalu seperti dilansir Antaranews.

Ketika melakukan advokasi gerakan masyarakat hidup sehat di Balai Pertemuan Kampung Ujoh Bilang, sehari sebelumnya, ia mengatakan bahwa dari 10 kabupaten/kota di Kaltim, kasus stunting tertinggi saat ini di Kota Bontang.

Setiap tahun, angka stunting di Bontang fluktuatif, yakni tercatat 16,1 persen pada 2014, menjadi 21,8 persen pada 2015, turun menjadi 20,4 persen pada 2016, dan naik menjadi 32,4 persen pada 2017. Terbanyak kedua Kabupaten Kutai Timur yang pada 2014 tercatat 24,7 persen, pada 2015 menjadi 30,2 persen, pada 2016 turun menjadi 29,8 persen, dan pada 2017 kembali naik menjadi 32,2 persen.

Posisi tiga Kabupaten Penajam Paser Utara yang pada 2014 tercatat 29,5 persen, pada 2015 turun menjadi 21,9 persen, pada 2016 ada 27 persen, dan pada 2017 naik menjadi 31,9 persen.

Kabupaten Paser berada di urutan empat dengan angka stunting pada 2014 sebesar 30,5 persen, pada 2015 turun menjadi 26,7 persen, pada 2016 kembali turun menjadi 24,6 persen, dan pada 2017 kembali naik menjadi 31,8 persen.

Di posisi lima Kabupaten Kutai Barat yang pada 2014 tercatat 41 persen, pada 2015 turun menjadi 29,5 persen, pada 2016 turun menjadi 26,7 persen, namun pada 2017 naik menjadi 31,5 persen.

Posisi enam Kabupaten Kutai Kartanegara yang pada 2014 ada 21,5 persen anak stunting, naik menjadi 32,9 persen pada 2015, naik lagi menjadi 37,1 persen pada 2016, dan turun menjadi 30,9 persen pada 2017.

Empat daerah lainnya yang memiliki anak stunting pada 2017 adalah Kabupaten Berau 30,5 persen, Kabupaten Mahakam Ulu 30,4 persen, Kota Balikpapan tercatat 30,3 persen, dan Kota Samarinda paling sedikit tercatat 28,8 persen.

“Anak stunting dengan usia 0-59 bulan ini masih bisa ditangani dengan pemberian ASI eksklusif dan gizi seimbang, sedangkan untuk mencegah jangan sampai ada stunting, maka ibu mengandung tidak boleh kekurangan gizi, bahkan anak juga harus dipenuhi gizinya,” ucap Meliana.

Leave your comment
Comment
Name
Email